Jakarta (ANTARA) - Polres Metro Jakarta Timur mengusut kasus puluhan pelamar kerja yang diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring (online/pinjol).
"Kami telah periksa sebanyak enam orang saksi yakni para korban. Kami akan memeriksa para saksi lainnya dan memanggil terlapor berinisial R tadi untuk dimintai keterangan sebagai saksi," kata Kapolres Metro Jaktim Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Berdasarkan laporan yang masuk pada 5 Juni 2024, jumlah pelamar kerja yang menjadi korban sebanyak 26 orang.
Para korban, kata dia, diiming-imingi pekerjaan oleh terlapor dan para korban diminta untuk menyerahkan KTP dan foto diri kepada terlapor R.
Baca juga: Puluhan pelamar kerja jadi korban pinjaman "online" di Jaktim
Kemudian, data korban tersebut digunakan untuk pinjaman online. Para korban mengalami kerugian hingga Rp1 miliar lebih.
"Pemeriksaan kami terhadap para saksi yang ada, bahwa terlapor R ini melakukan seorang diri," ucapnya.
Sebelumnya, puluhan orang pelamar kerja diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring (online/pinjol) oleh oknum karyawan toko penjualan telepon seluler (ponsel) di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Salah satu korban, Muhammad Lutfi (31) di Mapolres Metro Jakarta Timur, Jumat (5/7) mengatakan puluhan pelamar kerja itu pada awal Mei 2024 dijanjikan pekerjaan dengan syarat menyerahkan KTP dan ponsel bersamaan dengan surat lamaran kepada R (terlapor), selaku karyawan toko konter ponsel Wahana Store PCG, Kramat Jati.
Namun, data para pelamar kerja itu diduga dicuri oleh R untuk mengajukan pinjol. Bahkan, total kerugian yang dialami 27 korban mencapai Rp1 miliar lebih.
Baca juga: Pemprov DKI ingatkan warga bijak pinjam uang agar tak terjerat pinjol
"Awalnya R (terlapor) menawarkan pekerjaan sebagai admin konter ponsel. Selanjutnya para korban menyerahkan beberapa persyaratan seperti KTP berikut foto diri," kata warga Ciracas itu.
Kemudian tanpa seizin dan sepengetahuan korban, ternyata terlapor R telah menginstal aplikasi tertentu di ponsel milik para korban.
"Tiba-tiba ada transaksi tagihan pinjaman dan kredit 'online' yakni seperti Shopeepay later, Adakami, Home Kredit, Kredivo, Akulaku dan lainnya. Sedangkan kami para korban tidak pernah mengajukan transaksi tersebut," ujarnya.
Atas kejadian tersebut, para korban dirugikan dengan total keseluruhan tagihan sebesar Rp1,1 miliar.
Baca juga: Kejahatan telah bergeser dari psikologis ke teknologi
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024